“Haish, Kamu bener-bener nggak punya perasaan
ya!” Rizuki mulai mengganas. Serius!
Saudara macam apa dia? memaksaku melakukan suatu hal, padahal dia tahu aku
tak pernah menyukainya.
“Argh, Kamu lakuin aja sendiri!” Aku
menyerah. Kulemparkan sendok ke meja, menjauh dari cangkir cappucino yang
harusnya kuberi choco granule [1] di
permukaanya. Meja dapur cafe kini dipenuhi cangkir-cangkir cappucino gagal yang
kuhasilkan.